Jumat, 03 Agustus 2012

Perang Rusia-Persia 1803-1814

Sebagaimana umumnya perang terjadi, sebagaian besar akar masalah perang antara rusia dan persia pada tahun 1804-1813 dikarenakan sengketa perebutan wilayah di kedua belah pihak. Raja Persia, Fath Ali Shah Qajar, ingin memperluas kembali wilayah kerajaannya hingga jauh lebih ke utara dengan mengamankan wilayah dekat laut kaspia barat daya (sekarang Azerbaijan) dan tanskaukasus (sekarang Georgia dan Armenia). Seperti halnya raja persia, Tsar Rusia, Alexander I yang baru saja naik tahta juga bertekad untuk mengontrol wilayah yang disengketakan tersebut. Perang berakhir dengan Perjanjian Gulistan yang menyerahkan sebagian besar wilayah yang sebelumnya disengketakan tersebut ke kaisaran Rusia.

Asal Usul Perang 

Asal usul perang antara kerajaan rusia dan persia, pertama dapat ditulusuri kembali pada keputusan Tsar Paul untuk menganeksasi Georgia pada tahun 1800. Yang diikuti dengan pembunuhan Tsar paul pada 11 Maret 1801. Tsar Alexander I yang menggantikannya tetap melanjutkan kebijakan agresif pendahulunya dengan menancapkan pengaruhnya atas Khanat di wilayah timur kaukasus. Pada tahun 1803, komandan kekaisaran Rusia yang baru diangkat untuk megamankan wilayah kaukasus timur, Paulus Tsitsianov, menyerang Ganja dan merebut bentengnya pada 15 Januari 1804 yang membuat gubernur, Javad Khan Qajar, tewas, dan sejumlah besar penduduk dibantai. Kejadian tersebut membuat penguasa Qajar, Fath Ali Shah, melihat ancaman Rusia atas Armenia, Karabagh, dan Azerbaijan tidak hanya sebagai sumber ketidakstabilan di perbatasan barat laut, tetapi juga sebagai tantangan langsung terhadap otoritas Qajar.

Pasukan Yang Tidak Seimbang

Dalam perang ini Rusia tidak mampu meurunkan pasukannnya dalam jumlah besar di wilayah Kaukasus, karena perhatian Alexander terus-menerus terganggu oleh adanya perang yang terjadi secara bersamaan dengan Perancis, Kekaisaran Ottoman, dan Inggris. Oleh karena itu, Rusia terpaksa harus mengandalkan keunggulan teknologi tinggi, pelatihan, dan strategi dalam menghadapi musuhnya yang berjumlah lebih banyak. Beberapa perkiraan menempatkan keuntungan numerik Persia atas Rusia di 12:55. Sementara itu Pewaris tahta Shah Fath Ali, Abbas Mirza, juga berusaha untuk memodernisasi tentara Persia, dengan mencari bantuan dari para pakar Perancis melalui aliansi Franco-Persia, dan kemudian dari ahli Inggris, dengan maksud untuk mencapai kemenangan melawan Rusia, namun usahanya sia-sia karena hal tersebut hanya menunda kekalahan Persia saja.

Pecahnya Perang

Komandan perang Rusia Ivan Gudovich dan Paul Tsitsianov memulai pecahnya perang ketika mereka menyerang pemukiman Persia di Echmiadzin, yang terkenal sebagai kota paling suci di Armenia. Gagal dalam usaha pengepungan di Echmiadzin karena kurangnya pasukan, Gudovich mundur ke Yerevan di mana dia lagi-lagi gagal dalam usaha pengepungannya atas wilayah tersebut. Meskipun penyerangannya tidak berjalan efektif, Rusia diuntungkan dalam sebagian besar perang, karena kualitas tentara yang unggul dan strategi yang baik, namun ketidakmampuan Rusia untuk menerjunkan banyak pasukan untuk menghadapi 10.000 tentara yang diterjukan Persia membuat pertempuran terbut menjadi tidak seimbang, dimana pasukan Persia kebanyakan terdiri dari tentara kelas rendah dan sebagian besar kavaleri yang tidak teratur.

Perang Suci dan Kekalahan Persia

Pasukan Persia mulai meningkatkan usaha mereka di akhir perang, dengan menyatakan perang suci terhadap Kekaisaran Rusia pada tahun 1810, namun usaha ini hanya memberikan keberhasilan yang kecil. Keunggulan teknologi dan taktik Rusia berhasil memastikan serangkaian kemenangan strategis terhadap pasukan Persia. Selain itu Persia juga tidak dapat memanfaatkan posisi Napoleon yang masih bersekutu dengan putra mahkota Persia Abbas Mirza yang secara bersamaan juga sedang menginvasi Rusia. Bahkan ketika Perancis berhasil menduduki ibukota Rusia, Moskow, pasukan Rusia di selatan tidak ditarik ke utara namun terus melakukan kampanye ofensif mereka melawan Persia, yang berpuncak pada kemenangan Pyotr Kotlyarevsky di Aslanduz dan Lenkoran, setelah serangkain kekalahan dalam Pertempuran Sultanabad masing-masing pada tahun 1812 dan 1813 . Setelah penyerahan diri Persia, ketentuan dalam Perjanjian Gulistan mewajibkan penyerahan sebagian besar wilayah yang sebelumnya dipersengketakan ke dalam teritori Rusia. Hal ini menyebabkan pengaruh khan di kawasan itu menjadi hancur dan memaksa mereka untuk memberi penghormatan kepada Rusia.

Jalannya Perang

Setelah berhasil merebut Ganja, Tsiatsianov bergerak menuju Erevan, berhadapan dengan tentara Abbas Mirza di dekat Echmiadzin. Tsiatsianov, dengan pasukan yang lebih sedikit namun unggul dalam jumlah artileri, berhasil mengalahkan Abbas Mirza pada tanggal 7 Juni, namun gagal untuk merebut Erevan. Antara 1805 dan 1806, Rusia membujuk khan dari Shirvan untuk menyerah, menaklukkan khanat KarabakhKekhanan Shaki, Baku, dan Qobba-Darband, dan memiliki ambisi untuk menganeksasi Khoy bahkan Tabriz. Setelah kegagalan Rusia dalam pengepungan Erevan dan upaya yang gagal untuk menyerang Gilan, Tsiatsianov dibunuh pada tahun 1806 ketika mencoba untuk bernegosiasi dengan Gubernur Baku, Husain Quli Khan. Rusia sebagian besar telah berhasil menguasai semua wilayah yang disengketakan di wilayah utara Kura dan beberapa wilayah antara Kura dan Aras, situasi yang tidak akan berubah secara signifikan selama sisa perang, tetapi Rusia juga merasa sulit untuk memperluas wilayah tersebut lebih jauh. Situasi bagi Rusia semakin rumit ketika pecah perang dengan Kesultanan Ottoman (1806-1812). Tsiatsianov digantikan oleh Ivan Gudovich, yang tak berhasil mencapai penyelesaian masalah secara damai, ia kemudian melanjutkan serangan Rusia pada tahun 1808, berhasil menduduki Echmiadzin dan Nakhjavan serta mengepung Erevan, tapi ia masih tidak bisa merebut kota itu. Di bawah gubernur Husain Quli Khan Qajar, Erevan tetap mampu menjadi benteng pertahanan Persia selama sisa perang. Para Qajars, setelah memperoleh fatwa yang menyatakan konflik menjadi Perang Suci, dan kemudian menerima dukungan signifikan dari Inggris, Persia balik menyerang pada tahun 1810, menyerbu Karabakh, memenangkan Pertempuran Sultanabad di Aras (13 Februari 1812), dan merebut kembali wilayah di Talesh pada tahun 1812.

Meskipun Perang Rusia-Persia dalam banyak hal merupakan kelanjutan dari perjuangan memperebutkan supremasi di Transkaukasia sejak masa Peter the Great dan Nader Shah, konflik kali berbeda dari konflik terdahulu antara Persia dan Rusia yang dalam perjalanannya kali ini banyak terpengaruh oleh manuver diplomatik dari kekuatan Eropa selama era Napoleon sebagai perkembangan situasi di medan perang. Setelah pendudukan Rusia atas berbagai khanat, Fath Ali Shah, kekurangan uang tunai dan ingin menemukan sekutu, ia telah membuat permintaan dukungan Inggris pada awal Desember 1804. Pada 1805, bagaimanapun, Rusia dan Inggris bersekutu dalam Koalisi Ketiga melawan Perancis, yang berarti bahwa Inggris tidak dalam posisi untuk memberikan bantuan pada Persia dengan risiko kehilangan sekutu Rusianya dan merasa perlu untuk menghindari permintaan berulang kali dari Syah untuk meminta bantuannya.  Duta besar Inggris untuk Kekaisaran Ottoman, Charles Arbuthnot, menuliskannya pada bulan Agustus 1806,

     Untuk menyenangkan Kaisar [Rusia], kami telah membuang semua pengaruh kita di Persia

Hal ini tentunya membuka pintu bagi Perancis untuk menggunakan Persia guna mengancam kepentingan Rusia dan Inggris. Berharap untuk busa membentuk aliansi tripartit antara Perancis, Kesultanan Ottoman, dan Persia, Napoleon mengirim berbagai utusan ke Persia, khususnya Pierre Jaubert dan Claude Mathieu de Gardane, yang memuncak dalam upaya diplomatik Perjanjian Finkenstein, yang ditandatangani pada tanggal 4 Mei 1807, di mana Prancis mengakui klaim Persia atas Georgia dan menjanjikan bantuan dalam pelatihan dan melengkapi tentara Persia. Hanya selang dua bulan kemudian, Napoleon dan Alexander I sepakat untuk melakukan gencatan senjata dan menandatangani Perjanjian Tilsit (7 Juli 1807), yang mana komitmen dukungan Perancis ke Persia tidak bisa dipertahankan, meskipun Prancis terus memberikan beberapa bantuan militer dan mencoba untuk menengahi penyelesaian dengan Rusia. Upaya Prancis tersebut gagal dan mendorong Gudovich untuk melanjutkan pengepungan Erevan tahun 1808.

Munculnya pengaruh Perancis di Persia, membuat Inggris sangat khawatir karena dipandang sebagai awal dari serangan terhadap India, dan dengan adanya pemulihan hubungan antara Perancis-Rusia dalam perjanjian Tilsit memberikan kesempatan bagi Inggris yang sekarang terisolasi untuk melanjutkan usahanya di Persia, sebagaimana tercermin dalam misi berikutnya oleh John Malcolm (1807-8) dan Harford Jones (1809). Menurut perjanjian awal di Teheran yang diatur oleh Jones (15 Maret 1809), Inggris setuju untuk melatih dan membekali 16.000 infanteri Persia dan membayar subsidi sebesar £ 100,000 jika Persia diserang oleh kekuatan Eropa, atau berusaha menengahi perjanjian damai melalui inggris. Meskipun Rusia telah membuat tawaran perdamaian, dan Jones berharap perjanjian awal tersebut akan mendorong penyelesaian masalah, perkembangan hubungan ini justru memperkuat tekad Fath Ali Syah untuk melanjutkan perang. Hubungan Inggris-Persia bertambah hangat dengan kunjungan Abu'l-Hasan Khan ke London pada 1809 dan kembali ke Persia dengan Gore Ouseley sebagai duta besar yang berkuasa penuh dan sebagai menteri pada tahun 1810. Di bawah naungan Ouseley itu, perjanjian awal diubah menjadi Perjanjian Definitif Persahabatan dan Alliansi pada tahun 1812, yang menetapkan janji-janji sebelumnya dari bantuan militer dan meningkatkan jumlah subsidi sampai £ 150.000.

Kemudian, pada putaran ketiga dan terakhir kisah ini, Napoleon menginvasi Rusia pada bulan Juni 1812, menghasilkan persekutuan kembali antara Inggris-Rusia. Inggris, seperti halnya Perancis setelah perjanjian Tilsit, dengan demikian berkewajiban untuk mengarahkan segala bantuannya untuk Rusia dan melanggar komitmennya terhadap Persia, dengan pilihan yang terbaik adalah dengan menengahi penyelesaian konflik antara keduanya. Rusia telah secara berkala tertarik untuk mencari penyelesaian masalah melalui perundingan sejak kemunduran ofensifnya dari 1805-6 dan baru-baru ini 1810, ketika Alexander Tormasov, yang menggantikan Gudovich sebagai komandan yang telah gagal dalam upaya pengepungannya di Erevan, dan Mirza Bozorg Qaem-magham telah berusaha untuk mengatur gencatan senjata. Namun pihak Rusia tidak mau membuat konsesi serius untuk mengakhiri perang, dan Persia juga kurang bersemangat untuk menyelesaikan masalah tersebut secara damai karena dari sudut pandang mereka perang tidak buruk berjalan buruk bagi mereka. Ouseley, bagaimanapun, menyadari kesenjangan sumber daya yang dimiliki Inggris untuk dikerahkan kepada sekutu Rusianya dan bahwa situasi untuk Persia kini cenderung memburuk setelah Rusia berhasil memenangkan pertempuran dengan Napoleon. Dia dengan demikian, menerima permintaan Rusia untuk bertindak sebagai perantara dan mencari cara untuk menekan dinasti Qajars agar menerima kesepakatan yang dibuat. Ia mengusulkan revisi Perjanjian Definitif, dengan menurunkan pengaruh keterlibatan militer Inggris (meninggalkan dua petugas, Charles Christie dan Lindesay Bethune, dan beberapa sersan bor dengan tentara Persia), dan mengancam akan menahan pembayaran subsidi yang dijanjikan kepada Qajars.

Pada bulan Februari 1812, N.R. Ritischev memegang komando pasukan Rusia dan membuka negosiasi perdamaian dengan Persia. Ouseley dan wakilnya dalam pembicaraan, James Morier, bertindak sebagai perantara dan berbagai proposal dibuat untuk Rtischev, tapi proposal mereka tidak diterima. Pada bulan Agustus, Abbas Mirza kembali menyulut permusuhan dan merebut Lankaran. Setelah tiba berita bahwa Napoleon telah menduduki Moskow, negosiasi dihentikan (Ramazan 1227/September 1812). Kemudian, pada 24 Syawal 1227/31 October 1812, saat Ritischev pergi ke Tbilisi, jenderal Petrus Kotliarevski meluncurkan serangan mendadak pada malam hari di perkemahan Persia di Aslanduz, yang mengakibatkan kekalahan total dari tentara Abbas Mirza dan kematian salah satu petugas Inggris (Christie). Karena juga menjadi semakin jelas bahwa serangan Napoleon di Rusia telah gagal dan menjadi malapetaka baginya, Rusia kini lebih bersemangat untuk melakukan kampanye yang lebih agresif di Kaukasus. Pada tahun 1813 awal, benteng Persia di Lankaran jatuh dan memusanhkan garnisiumnya, hal itu memungkinkan Rusia untuk menduduki sebagian besar Talesh lagi. Meskipun Fath Ali Shah dan Abbas Mirza ingin berjuang kembali setelah kemunduran tersebut, mereka akhirnya harus menyerah pada Ouseley, yang meyakinkan Shah bahwa membiarkan Rusia membuat konsesi teritorial atau Inggris akan menghentikan subsidi yang telah mereka janjikan.

Rabu, 01 Agustus 2012

Perang Amerika-Meksiko 1836-1846

Akar Konflik

Kemerdekaan Texas

Asal-usul Perang Meksiko-Amerika sebagian besar dapat ditelusuri kembali setelah Texas berhasil memenangkan perang kemerdekaannya dari Meksiko pada tahun 1836. Setelah kekalahannya pada Pertempuran San Jacinto (1836/04/21), Jenderal Meksiko Antonio López de Santa Anna ditangkap dan dipaksa untuk mengakui kedaulatan Republik Texas sebagai bagian dari kesapakatan untuk kebebasannya. Pemerintah Meksiko bagaimanapun, menolak menghormati kesepakatan Santa Anna, yang beralasan bahwa ia tidak berwenang untuk membuat semacam kesepakatan seperti itu dan pemerintah Meksiko masih menganggap Texas merupakan bagian dari wilayahnya yang sedang memberontak. Namun setiap gagasan pemerintah Meksiko untuk memulihkan keadaan wilayah itu cepat tersingkir ketika Texas menerima pengakuan diplomatik dari Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis sebagai sebuah negara republik baru diwilayah tersebut.

Status Sebagai Negara Bagian AS

Selama sembilan tahun berikutnya, kebanyakan orang Texas secara terbuka menginginkan untuk menjadi salah satu dari negara bagia AS, namun Washington menolak untuk menanggapi isu tersebut. Banyak negara bagian di Utara khawatir tentang semakin berdambahnya "budak" di Uni apabila Texas bergabung, sementara yang lainnya khawatir bahwa hal tersebut dapat memprovokasi konflik dengan Meksiko. Pada tahun 1844, James K. Polk dari partai Demokrat terpilih menjadi presiden yang berhaluan pro-aneksasi. Melihat hal tersebut, pendahulunya, John Tyler, bertidak cepat mengajukan proses aneksasi di Kongres sebelum Polk menjabat. Texas akhirnya resmi bergabung dengan Uni pada tanggal 29 Desember 1845. Menanggapi aksi ini, Meksiko mengancam perang, tapi Meksiko dibujuk oleh Inggris dan Perancis untuk tidak melakukannya.

Ketegangan Meningkat

Setelah menolak semua tawaran Amerika untuk membeli California dan New Mexico Territories, ketegangan antara AS dan Meksiko meningkat lebih lanjut pada tahun 1846, atas sengketa perbatasan. Sejak kemerdekaannya, Texas mengklaim Rio Grande sebagai batas perbatasan selatan, sementara Meksiko mengklaim Sungai Nueces yang jauh lebih ke utara sebagai perbatasannya. Sebagai hasil dari situasi yang kian memburuk, kedua belah pihak akhirnya mengirim pasukan ke daerah tersebut.

Insiden Thornton

Pada malam 25 April 1846, saat memimpin 70 Dragoons AS untuk menyelidiki sebuah hacienda di wilayah sengketa dibantaran sungai, Kapten Seth Thornton memergoki segrombolan besar pasukan yang berjumlah sekitar 2.000 tentara Meksiko. Baku tembak sengit pun terjadi dan 16 pasukan Thornton tewas sebelum sisanya dipaksa untuk menyerah. Pada tanggal 11 Mei, 1846, atas Insiden Thornton tersebut Polk meminta Kongres untuk menyatakan perang terhadap Meksiko. Setelah dua hari perdebatan Kongres akhirnya memilih perang, sebelumnya mereka tidak tahu bahwa konflik telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.

Kampanye Taylor :

Pergerakan Pasukan

Untuk memperkuat klaim Amerika bahwa perbatasannya berada di Rio Grande, komandan AS di Texas, Brigadir Jenderal Zachary Taylor , mengirim pasukan ke sungai untuk membangun Fort Texas pada Maret 1846. Menanggapi hal itu pada tanggal 3 Mei artileri Meksiko memulai pemboman selama seminggu, menewaskan dua orang, termasuk komandan benteng, Mayor Jacob Brown. Mendengar suara tembakan, Taylor mulai bergerak bersama 2.400 orang pasukannya untuk membantu mempertahankan benteng, tapi dalam perjalanannya pada tanggal 8 Mei, mereka di cegat oleh pasukan meksiko dengan kekuatan 3.400 orang Meksiko dibawah pimpinan Jenderal Mariano Arista.

Pertempuran Palo Alto

Ketika Pertempuran Palo Alto dimulai, garis pertahanan Meksiko membentang hampir satu mil panjangnya. Dengan musuh yang tersebar dengan jumlah kecil, Taylor memilih untuk menggunakan artileri ringannya untuk menggempur musuh daripada melakukan charge dengan bayonet. Menggunakan sebuah taktik yang dikenal sebagai "Artileri terbang," yang dikembangkan oleh Mayor Samuel Ringgold , Taylor memerintahkan senjata artilary tersebut untuk maju dan ditempatkan di depan tentara reguler, kemudian mulai menembak, setelah itu diperintahkan dengan cepat dan sering untuk mengubah posisi. Dengan gempuran artilary tersebut pasukan Meksiko tidak dapat melawan dan menderita kerugian sekitar 200 korban meninggal sebelum akhirnya mundur dari pertempuran. Sementara itu, Tentara Taylor hanya mengalami kerugian 5 orang tentara tewas dan 43 terluka. Sayangnya, salah satu yang terluka adalah Ringgold sang inovator, yang akhirnya meninggal tiga hari kemudian.

Pertempuran resaca de la Palma

Kekalahan dalam pertempuran Palo Alto, membuat Arista menarik diri ke posisi yang lebih dipertahankan sepanjang bantaran sungai yg mengering di resaca de la Palma. Sepanjang malam ia membawa pasukan tambahan yang kekuatan totalnya mencapai 4.000 pria. Pada pagi hari tanggal 9 Mei Taylor bergerak maju dengan kekuatan 1.700 tentara dan mulai menggempur garis pertahanan Arista tersebut. Pertempuran tersebut berlangsung sengit, namun pada akhirnya pasukan Amerika berhasil memenangkan pertempuranm ketika sekelompok pasukan Dragoons amerika berhasil menyerang sisi sayap pertahanan Arista yang memaksa dia untuk mundur. Dua serangan balik Meksiko berikutnya berhasil dipatahkan dan membuat pasukan Arista kabur dari medan pertempuran meninggalkan sejumlah besar artileri dan perlengkapan perang. Korban disisi Amerika berjumlah 120 orang tewas dan terluka, sedangkan Meksiko kehilangan lebih dari 500 orang.

Serangan terhadap Monterrey

Selama musim panas 1846, "Tentara Pendudukan" Taylor semakin bertambah kuat dengan bergabungnya tentara reguler dan unit relawan, sehingga menaikkan jumlah pasukannnya menjadi lebih dari 6.000 pria. Bergerak maju ke selatan menuju wilayah Meksiko, Taylor bergerak menuju benteng kota Monterrey. Berhadapan dengannya 7.000 tentara reguler meksiko dan 3.000 milisi Meksiko dipimpin oleh Jenderal Pedro de Ampudia. Dimulai pada tanggal 21 September, Taylor mencoba selama dua hari untuk merebut dinding kota, namun light artilerynya tidak memiliki cukup kekuatan untuk menembus dinding kota tersebut. Pada hari ketiga, beberapa senjata berat Meksiko berhasil dirampas oleh pasukan amerika di bawah Jenderal William A. Worth. Senjata tersebut digunakan untuk menggempur kota dan kemudian berhasil menembus dinding kota, setelah pertempuran sengit dari rumah ke rumah, Monterrey akhirnya jatuh ke pasukan Amerika. Taylor kemudian berhasil menyudutkan posisi Ampudia di alun-alun kota, di mana ia akhirnya menawarkan gencatan senjata selama dua bulan dengan imbalan kota.

Pertempuran Buena Vista

Meskipun menang, Presiden Polk sangat marah mengetahui Taylor telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata, dia menyatakan bahwa sudah menjadi pekerjaan tentara untuk "membunuh musuh" bukannya untuk membuat kesepakatan. Dalam masa pembangunan kembali Monterrey, banyak tentara Taylor yang sudah dilucuti senjatanya untuk digunakan dalam invasi Meksiko tengah. Sementara itu Taylor tidak diberikan perintah baru karena perilakunya di Monterrey dan kecenderungan Whig politiknya (dia akan terpilih menjadi presiden tahun 1848). Pergi bersama 4.500 pria, Taylor mengabaikan perintah untuk tetap tinggal di Monterrey dan pada tahun 1847 awal, dia bergerak maju ke selatan dan berhasil menduduki Saltillo. Setelah mendengar bahwa Jenderal Santa Anna bergerak menuju utara dengan kekuatan 20.000 laki-laki, Taylor menggeser posisinya untuk melewati gunung di Buena Vista. Sesampainya disana, tentara Taylor berhasil mengalahkan serangan Santa Anna yang terus menerus berlangsung pada 23 Februari dengan Jefferson Davis dan Braxton Bragg sebagai pembeda atas jalannya pertempuran. Setelah menderita kerugian hampir 4.000 korban tewas, Santa Anna menarik mundur pasukannya, yang pada dasarnya hal tersebut telah mengakhiri pertempuran di utara Meksiko.

Perang di Barat :

Kearny bergerak ke barat

Menyusul deklarasi perang pada Mei 1846, Jenderal Stephen W. Kearny diberi perintah untuk memimpin pasukannya yang berjumlah 1.700 orang, yang dikenal sebagai "Tentara Barat," untuk menyerang wilayah barat Meksiko dan California. Berangkat dari Fort Leavenworth, Kansas pada bulan Juni, mereka dengan cepat menduduki Santa Fe dua bulan kemudian. Berikutnya Kearny membagi pasukannya, setelah mendirikan garnisun di Santa Fe, kemudian ia mengirim Kolonel Alexander Doniphan ke selatan dengan resimen relawan berkuda, sementara dia sendiri melanjutkan invasinya ke barat dengan 300 pria. Bergerak melalui El Paso, pasukan Doniphan berhasil memenangkan pertempuran di El Brazito dan Sacramento, sebelum akhirnya menduduki Chihuahua.

Stockton & Fremont mulai bergerak

Ketika Kearny bergerak ke barat, pertempuran sudah dimulai di California. Belajar dari perang sebelumnnya, pemukim Amerika mengibarkan "Bendera Beruang" Republik California di Sonoma pada tanggal 15 Juni 1846. Mereka bergabung pada 23 Juni bersama Kapten John C. Fremont dan 60 orang dari Angkatan Darat AS yang sedang dalam perjalanan ke Oregon. Pada tanggal 7 Juli Angkatan Laut Amerika Serikat, di bawah Komodor John Sloat menduduki Yerba Buena (San Francisco). Tak lama kemudian, Sloat, menderita sakit, dan perintahnya diserahkan kepada Commodore Robert Stockton. Menempatkan Fremont dan "Batalyon California" di bawah perintahnya, Stockton menjalankan tugasnya dengan cara menyusuri pantai merebut Monterey, Los Angeles, dan San Diego.

California Direbut

Tidak lama setelah keberangkatan Stockton dan Fremont, penduduk Los Angeles menyerbu garnisun kecil AS dan berhasil merebut kembali kota. Pada bulan Desember, pasukan Kearny, berkurang menjadi 139 orang, kelelahan setelah perjalanan mereka melintasi padang pasir mereka dikalahkan di San Pasqual dekat San Diego. Diselamatkan oleh pasukan Stockton, Kearny dan rekan angkatan laut-nya mulai merencanakan untuk merebut kembali Los Angeles. Setelah menderita kekalahan di San Gabriel dan La Mesa, orang-orang Californios / Meksiko menyerah kepada pasukan Amerika dan menandatangani Perjanjian Cahuenga pada 13 Januari, 1847 yang mengakhiri aksi militer di California.

Scott Bergerak ke Mexico City :

Pengepungan Veracruz

Daripada meminta Taylor untuk bergerak ke selatan lebih lanjut, Polk memerintahkan sebuah invasi ke Meksiko tengah yang bertujuan untuk menduduki ibukota Meksiko di Mexico City. Untuk menjalankan kampanye ini, Polk memilih Jenderal Winfield Scott dan menugaskan bersamananya sekitar 12.000 pasukan. Scott berlayar ke selatan dan memutuskan untuk mendaratkan pasukannya di Pantai Collado dekat pelabuhan Veracruz. Mengirim pasukan darat di pendaratan amfibi besar pertama Angkatan Darat AS, Scott cepat mengepung kota. Veracruz bertahan selama dua puluh hari sebelum akhirnya menyerah. Dalam pendudukan tersebut, Scott meninggalkan garnisun kecil dan mulai bergerak dengan cepat ke pedalaman dengan 8.500 laki-laki untuk menghindari penyakit pantai.

Rout di Cerro Gordo

Pada tanggal 18 April, Scott bertemu dengan 12.000 tentara dari Jenderal Santa Anna di ketinggian yang terbentengi di Cerro Gordo. Meskipun kalah jumlah, Scott tetap menyerang ketinggian tersebut setelah salah satu insinyurnya, Robert E. Lee , menemukan jalan setapak menuju gunung yang memungkinkan tentaranya untuk menyerang posisi sayap Santa Anna. Hal tersebut mengejutkan pasukan Meksiko karena mereka tidak menduga akan hal itu, selanjutnya pasukan Amerika berhasil mendesak dan mengalahkan mereka sehingga menimbulkan korban 4.000 jiwa, serta menewaskan satu jendral dan menangkap lima lainnya.

Contreras & Churubusco

Sebagaimana Scott memperoleh kemenangannya, Komodor Matthew C. Perry dan Angkatan Laut Amerika Serikat berhasil menyerang Tuxpan di pantai. Pasukan Perry kemudian akan menyerang Tabasco pada bulan Juni 1847. Melanjutkan perjalanan mereka ke pedalaman, tentara Scott menduduki Puebla pada Mei sebelum bergerak maju menuju arah ibukota. Mencapai pinggiran Mexico City, pasukan Amerika menyerang kota Contreras pada tanggal 20 Agustus 1847, menaklukkan kekuatan pasukan meksiko di bawah Jenderal Gabriel Valencia. Pada hari itu, Scott menyerang garis pertahanan Meksiko di Churubusco. Berjuang di balik tembok biara, pasukan Meksiko berhasil mengalahkan grlombang serangan pasukan Amerika sampai amunisi mereka mulai habis dan garis perthanan mereka rusak.

Molino del Rey

Sekarang hanya lima mil dari Mexico City, Scott terus bergerak maju ke pinggiran kota. Pada tanggal 8 September 1847, menduga ada pabrik pengecoran meriam di Molino del Rey (King's Mills), Scott memerintahkan Jenderal William Worth menyerang dan menghancurkan setiap amunisi yang ditemukan. Setelah berjam-jam pertempuran sengit, pasukan AS berhasil merebut pabrik dan menghancurkan peralatan pengecorannya. Pertempuran itu adalah salah satu yang paling berdarah dalam konflik yang terjadi dimana Amerika kehilangan 780 orang tewas dan terluka serta 2.200 orang Meksiko tewas dan terluka.

Pertempuran Chapultepec

Scott sekarang berusaha untuk merebut kota itu, namun untuk melakukannya dia harus menghancurkan benteng Chapultepec. Bertdiri 200 kaki diatas bukit, benteng tersebut mendominasi pertahanan barat kota. Pada tanggal 12 September artileri Amerika mulai menembaki benteng, berhenti hanya ketika matahari terbenam. Keesokan paginya, dua kolom pasukan pindah, masing-masing dipimpin oleh 250-orang kelompok penghancur, salah satu yang termasuk dalam kelompok tersbut adalah kontingen marinir AS. Setelah tertunda untuk menunggu tangga, pasukan Amerika menyerbu melalui dinding Chapultepec, memaksa mundur pasukan bertahan meksiko. Yang pertama mencapai puncak dari tembok itu ialah George Pickett , yang dikemudian hari menjadi terkenal pada Perang Saudara.

Kejatuhan Mexico City

Setelah tentara AS berhasil masuk ke dalam benteng, pasukan Meksiko terpaksa melarikan diri kembali ke gerbang kota. Terus dikejar oleh pasukan Scott, perlawanan mereka bertambah kuat di sekitar Belén dan San Cosme Gates. Dipimpin oleh Rifles Mounted dari divisi Jenderal John Quitman, pasukan Amerika berhasil menembus Gerbang Belén sekitar pukul 1:20. Pertempuran di sekitar San Cosme berlangsung sampai 06:00, ketika, datangnya bantuan sebuah howitzer yang seblumnya diperintahkan oleh LetnanUlysses S. Grant untuk didatangkan, akhirnya gerbang itu berhasil di rebut. Setelah hari yang panjang dalam berbgai pertempuran, Scott telah berhasil menyelesaikan misinya. Dengan demikian, ia telah memenangkan enam pertempuran, kebanyakan terhadap pasukan yang lebih besar, ketika beroperasi di negara musuh. kesuksesan Scott dalam kampanyenya masih terus dipelajari oleh para perencana militer sampai hari ini.

Aftermatch & Legacy :

Perjanjian Guadalupe Hidalgo

Perang resmi berakhir pada tanggal 2 Februari 1848, dengan ditandatanganinya Perjanjian Guadalupe Hidalgo. Di negosiasi oleh Nicholas Trist, perjanjian itu berisi penyerahan ke Amerika Serikat tanah yang sekarang terdiri dari negara bagian California, Utah, dan Nevada, serta bagian Arizona, New Mexico, Wyoming, dan Colorado. Dalam pertukaran ini, Amerika Serikat membayar Meksiko $ 15.000.000. Kemudian Semua hak Meksiko atas Texas dihapuskan dan perbatasan secara permanen didirikan di Rio Grande. Kemenangan Amerika juga menegaskan keyakinan warga kebanyakan pada Manifest Destiny dan ekspansi bangsa ke barat.

Korban

Seperti halnya perang yang sering terjadi di abad 19, kebanyakan tentara yang tewas akibat penyakit dari luka yang diterima dalam pertempuran. Dalam perjalanan perang, 1.773 orang Amerika tewas dibandingkan dengan 13.271 yang mati akibat penyakit. Sebanyak 4.152 orang terluka dalam konflik. Laporan korban dari Meksiko tidak lengkap, tetapi diperkirakan bahwa sekitar 25.000 tewas atau terluka antara 1846-1848.

sumber : http://militaryhistory.about.com/od/mexicanamericanwar/tp/mexamwar101.html

Selasa, 31 Juli 2012

Perang Tujuh Tahun : Mayor Jendral Robert Clive, Panji Kemenangan Inggris di India


Robert Clive - Kehidupan Awal & Karir:


Lahir pada 29 September, 1725 di dekat Market Drayton, Inggris, Robert Clive adalah salah satu dari tiga belas anak dari orang tuanya. Dikirim untuk tinggal bersama bibinya di Manchester, selama itu ia dimanjakan oleh bibinya dan kembali ke rumah pada usia sembilan tahun dan menjadi seorang pengacau dilingkungannya karena sifat kurang disiplinnya. Dengan keadaan seperti itu dia menjadi seorang yang suka berkelahi, Clive memaksa pedagang dari beberapa daerah untuk membayar uang perlindungan padanya agar bisnis mereka tidak dirusak oleh gengnya.

Dikeluarkan dari tiga sekolah, membuat ayahnya memasukkan dia sebagai penulis di East India Company pada 1743. Menerima perintah untuk berlayar ke Madras, Clive naik kapal bersama East Indiaman Winchester pada bulan Maret.

Robert Clive - Awal Tahun di India:

Setelah sempat tertunda perjalanannya di brasil, Clive akhirnya tiba di Fort St George, Madras pada bulan Juni 1744. Setelah melakukan perkejaan yang membosankan baginya, akhirnya dia merasa tinggal di Madras menjadi lebih hidup pada tahun 1746 ketika Prancis menyerang kota tersebut. Setelah jatuhnya kota, Clive lolos menuju selatan ke Fort St David dan bergabung dengan tentara East India Company. Ditugaskan sebagai letnan muda, ia menjabat sampai perdamaian dideklarasikan di tahun 1748. Tidak senang pada prospek untuk kembali ke tugas yang biasa dan membosankan seperti sebelumnya, Clive mulai menderita depresi yang menghantui dirinya sepanjang hidupnya. Selama periode ini, ia berteman dengan Mayor Stringer Lawrence yang menjadi mentor profesionalnya.

Meskipun Inggris dan Prancis secara teknis berdamai, namun konflik tingkat rendah tetap berlangsung di India karena kedua belah pihak mencari keuntungan di wilayah tersebut. Pada 1749, Lawrence menunjuk Clive menjadi komisaris di Fort St George dengan pangkat kapten. Untuk memuluskan agenda mereka masing-masing, kekuatan Eropa sering melakukan campur tangan dalam perebutan kekuasaan lokal dengan tujuan mendudukkan pemimpin yang bersahabat bagi mereka. Salah satu intervensi yang terjadi seperti penunjukan jabatan Nawab dari Carnatic dimana Perancis mendukung Chanda Sahib sementara Inggris memberikan dukungan pada Muhammed Ali Khan Wallajah. Pada musim panas 1751, Chanda Sahib meninggalkan pangkalannya di Arcot untuk menyerang Trichinopoly.

Robert Clive - Kepoulerannya di Arcot:

Melihat kesempatan tersebut, Clive meminta izin untuk menyerang Arcot dengan tujuan menarik beberapa pasukan musuh yang berjarak cukup jauh dari Trichinopoly. Bergerak dengan sekitar 500 pria, Clive berhasil menyerbu benteng di Arcot. Tindakannya menyebabkan Chanda Sahib mengirimkan pasukan gabungan India-Perancis untuk pergi ke Arcot di bawah pimpinan anaknya, Raza Sahib. Berada dalam pengepungan, Clive mampu bertahan selama lima puluh hari sampai tiba bantuan dari pasukan Inggris. Bergabung dalam kampanye berikutnya, ia akhirnya berhasil membantu menempatkan kandidat calon Nawab yang didukung oleh Inggris ke singgasananya. Atas prestasi dan tindakannya tersebut, dia dipuji oleh Perdana Menteri William Pitt the Elder, dan kembali ke Inggris pada 1753.

Robert Clive - Kembali ke India:

Setibanya di rumah setelah mengumpulkan kekayaan sebesar £ 40.000, Clive memenangkan kursi di parlemen dan membantu keluarganya untuk melunasi hutang-hutangnya. Namun tak berapa lama dia kehilangan kursinya diparlemen karena adanya intrik politik dan membutuhkan dana tambahan, ia akhirnya memilih untuk kembali ke India. Menjabat gubernur Fort St David dengan pangkat letnan kolonel di Angkatan Darat Inggris, ia memulai perjalanannya pada Maret 1755. Mencapai Bombay, Clive membantu angkatan laut inggris dalam melakukan serangan terhadap kubu bajak laut di Gheria sebelum mencapai Madras Mei 1756. Saat mulai menjabat di pos barunya, Nawab Benggala, Siraj Ud Daulah, menyerang dan menduduki Calcutta.

Robert Clive - Kemenangan di Plassey:

Ketegangan antara Inggris dan Prancis di India sebagian beasar dipicu oleh penguatan basis-basis militer antara pasukan Inggris dan Perancis setelah awal dari Perang Tujuh Tahun. Setelah Fort William di Calcutta didudki oleh Nawab Benggala, sejumlah besar tahanan Inggris digiring ke penjara kecil. Dimana penjara tersebut sering dijuluki sebagai "Black Hole dari Kalkuta," banyak yang meninggal karena kelelahan dan kelaparan. Bermaksud ingin mengambil alih kembali Kalkuta, Clive dan Wakil Laksamana Charles Watson memerintahkan East India Company untuk berlayar menuju utara. Tiba dengan empat Kapal Baris , Inggris akhirnya berhasil mengambil alih kembali Kalkuta dan Clive membuat perjanjian dengan nawab pada tanggal 4 Februari 1757.

Karena takut akan pertumbuhan kekuatan Inggris di Bengal, Siraj Ud Daulah mulai menghubungi Prancis untuk meminta bantuan. Mengetahui bahwa nawab sedang mencari bantuan, Clive mengirim pasukannya untuk melawan koloni Perancis di Chandernagore yang akhirnya jatuh pada 23 Maret. Setelah berhasil mengalahkan koloni prancis, Clive mengalihkan perhatiannya kembali ke Siraj Ud Daulah, ia mulai berencana untuk menggulingkannya dengan mengandalkan pasukan East India Company, campuran pasukan Eropa dan sepahi, namun gabungan pasukan tersebut masih kalah jauh dibanding jumlah pasukan nawab. Melihat Kondisi yang tidak Ideal tersebut, Clive berusaha membujuk Mir Jafar, komandan militer Siraj Ud Daulah, untuk berpihak kepadanya selama pertempuran berikutnya dengan janji Mir Jafar akan dijadikan nawab pengganti Siraj Ud Daulah apabila mau berpihak pada inggris.

Sebagaimana diketahui permusuhan diantara keduanya berlanjut sampai pasukan kecil Clive bertemu dengan tentara besar Siraj Ud Daulah di dekat Palashi pada 23 Juni. Hasil dalam Pertempuran Plassey tersebut, pasukan Inggris akhirnya menang setelah Mir Jafar beralih pihak membantu inggris. Setelah menempatkan Jafar di atas takhta, Clive mengarahkan operasi militernya lebih lanjut di Bengal sambil meminta pasukan tambahan untuk mengadapi pasukan Perancis di dekat Madras. Selain mengawasi kampanye militer, Clive juga bekerja untuk refortify Kalkuta dan berusaha untuk melatih tentara sepoi yang bekerja pada East India Company mengenai taktik dan latihan perang sesuai standar eropa. Dalam hal yang hampir sama sebelumnya, Clive kembali ke Inggris pada 1760.

Robert Clive - Masa Terakhir di India:

Tiba di London, Clive dianugrahi gelar bangsawan sebagai Baron Clive dari Plassey sebagai pengakuan atas prestasinya tersebut. Kembali ke Parlemen, ia bekerja untuk mereformasi struktur East India Company dan sering bentrok dengan Para Dewan Direksi perusahaan dagang tersebut. Mengetahui pemberontakan yang dilakukan oleh Mir Jafar serta korupsi yang tersebar luas di pihak pejabat perusahaan, Clive diminta untuk kembali ke Bengal sebagai gubernur dan panglima tertinggi. Sesampainya di Kalkuta Mei 1765, ia berhasil menstabilkan situasi politik dan memadamkan pemberontakan yang terjadi dalam company's army.

Pada bulan Agustus itu, Clive berhasil meminta Kaisar Mughal Shah Alam II untuk mengakui perusahaan dagang Inggris di India serta memperoleh titah kerajaan yang memberikan hak kepada East India Company untuk mengumpulkan pendapatan di Bengal. Dokumen ini secara efektif membuatnya menjadi penguasa wilayah ini dan dasar legitimasi atas kekuasaan Inggris di India. Tersisa dua tahun lagi di India, Clive bekerja untuk merestrukturisasi administrasi Bengal dan berusaha untuk menghentikan korupsi dalam perusahaan.

Robert Clive - Kehidupan Selanjutnya

Kembali ke Inggris pada tahun 1767, ia membeli perkebunan besar yang dijuluki "Claremont." Meskipun sukses menjadi "arsitek" dalam mengembangkan kekuasaan kerajaan Inggris di India, Clive berada dalam situasi panas pada tahun 1772 setelah para kritikus mulai mempertanyakan bagaimana ia memperoleh kekayaannya. Dengan kemampuan membela diri, ia mampu lolos sensor oleh Parlemen. Pada 1774, dengan ketegangan kolonial meningkat, Clive ditawari jabatan Komandan-in-Chief, Amerika Utara. Sayangnya, post jabatan tersebut jatuh ke Letnan Jenderal Thomas Gage yang terpaksa berurusan dengan awal Revolusi Amerika setahun kemudian. Menderita penyakit yang menyakitkan yang diakibatkan dari pemakaian opium serta depresi besar atas kritik tentang kehidupannya di India, Clive bunuh diri dengan pisau lipat pada 22 November 1774.

sumber :http://militaryhistory.about.com/od/army/p/Seven-Years-War-Major-General-Robert-Clive-1st-Baron-Clive.html

Senin, 30 Juli 2012

Perang Franco-Prussian 1870-1871: Petaka Perancis Akibat Kecerobohan serta Ketidaksiapan Napoleon III dan Pasukannya Part III

Kemenangan besar pasukan gabungan Jerman ini dan menyerahnya Napoleon III bukanlah akhir dari Perang Franco-Prussian. Akan tetapi,  ini telah memadamkan semangat berperang pasukan Perancis. Dari penjelasan singkat mengenai beberapa pertempuran dalam Perang Franco Prussian ini, dapat disimpulkan bahwa cara untuk memenangkan pertempuran tersebut adalah dengan gabungan cara pergerakan (maneuver ) ditambah kecerdikan dan kekuatan (attrition) dari pihak Prussia dan sekutu. Unsur pergerakan (maneuver) dari pertempuran-pertempuran diatas terlihat dari kecepatan pergerakan pasukan gabungan Prusia yang berhasil memanfaatkan rel kereta api untuk pemindahan pasukan ke garis terdepan. Keunggulan ini tidak dimiliki oleh Perancis yang justru lambat dalam pergerakannya. Unsur maneuver lainnya adalah dari taktik yang digunakan oleh pasukan gabungan Prusia yang menggunakan taktik encirclement dimana serangan bisa dari dua arah karena ada pasukan lain yang memutar. Taktik ini bahkan berhasil mengepung Napoleon III dan pasukannya di Pertempuran Sedan. Pengerahan pasukan kedua pihak juga menentukan yaitu dengan penggabungan berbagai divisi. Seperti yang dikatakan oleh Tukhachevsky yang menyatakan bahwa strategi perang yang ideal adalah yang dapat menggabungkan cavalry, infantry, dan unit-unit mekanik dalam sebuah formasi penyerangan.

Selain itu, pihak Prusia dan sekutu menginginkan perang yang cepat. Hal ini terlihat dari cukup cepatnya pergerakan dan pertempuran dalam perang tersebut. Serangan dadakan dari pasukan gabungan Prusia  juga  berhasil mengagetkan  pasukan  Perancis. Sementara itu, unsur kekuatan (attrition) dalam perang tersebut terlihat pada penggunaan banyaknya pasukan pada kedua pihak. Kemudian masih banyaknya korban perang juga mengindikasikan bahwa pertempuran yang berlangsung masih mengandalkan serangan kekuatan baik itu dari pasukannya maupun penggunaan senjata. Dampak dari kemenangan pasukan gabungan Prussia dan sekutunya dalam Pertempuran Sedan tersebut sangatlah signifikan. Pertama, Prussia bersama sekutunya (Konfiderasi Jerman Utara, Bavaria, Baden dan Wurttemberg) akhirnya bersatu mementuk Kekaisaran Jerman dengan Otto van Bismarck sebagai kanselirnya. Kedua, kekalahan kaisar Perancis Napoleon III telah menjatuhkan Kekaisaran Perancis kedua dan digantikan dengan Republik Perancis ketiga. Meskipun demikian, Perang Franco-Prussian belumlah usai. Bismarck memang langsung ingin mengadakan perjanjian damai guna mempercepat selesainya perang karena ia yakin jikaperang berlarut-larut maka akan ada pihak lain yang ikut campur. Sikap pemerintahan baru Perancis yang belum mau mengalah membuat langkah pasukan gabungan Jerman terus mengarah ke Paris. Sementara itu, pemerintah Perancis telah mempersiapkan barikade sekeliling kota yang terdiri dari ratusan ribu orang untuk mencegah pasukan Jerman masuk. Bismarck menanggapi hal ini dengan melakukan aksi pengepungan Paris yang merupakan puncak dari segala aksi Jerman dalam Perang ini. Pengepungan ini bertujuan untuk menghentikan segala logistik ke dalam kota Paris sehingga masyarakatnya akan kelaparan dan itu bisa mendorong Perancis untuk menyerah secara keseluruhan. Pada bulan Januari tahun 1871, Pemerintah Perancis melunak dan ingin mengadakan perundingan dengan Jerman. Akan tetapi ternyata masih ada intensi dari kedua pihak untuk kembali berperang. Hal itu masih bisa diredam. Pihak Jerman yang kesal karena Perancis terus berkilah untuk menyelesaikan perang dengan perjanjian damai memang mempunyai pikiran untuk kembali menyerang Perancis, tetapi Bismarck kembali berpikir rasional bahwa ia yakin Perancis sebentar lagi akan menyerah. Di lain pihak, Perancis dalam kongresnya ada usulan untuk kembali berperang, tetapi melihat kekuatan Jerman pasca unifikasi membuat hal tersebut berhasil diredam.
 
Perang ini diakhiri pada bulan Mei 1871, melalui Perjanjian Frankfurt ditandatangani yang menandai berakhirnya Perang Jerman (Prusia) dengan Perancis, dan dengan terpaksa Perancis harus menerima perjanjian itu. Mereka harus membayar ganti rugi perang dan menyerahkan kota Alsace dan Lorraine ke negara-negara Jerman, sebagai upah pampasansampai 1875.

Hal yang paling menyakitkan bagi Perancis adalah tindakan Jerman dalam memperlakukan Perancis dengan sangat tidak terhormat , yaitu menduduki Paris selama beberapa bulan dan juga menghina mereka dengan perjanjian damai. Tindakan ini dirancang sedemikian rupa untuk memastikan Perancis tidak pernah akan menyerang Prussia lagi.
 

Perang Franco-Prussian 1870-1871: Petaka Perancis Akibat Kecerobohan serta Ketidaksiapan Napoleon III dan Pasukannya Part II

 
Napoleon III yakin bahwa reorgrganisasi pada pasukannya tahun 1866 telah membuatnya lebih superior dibandingkan pasukan Prusia dan sekutunya. Ia juga mempunyai keyakinan yang besar pada dua inovasi senjata terbaru yaitu breech-loading chassepot rifle yang telah dimiliki oleh seluruh pasukannya dan sebuah mesin senjata yaitu mitrailleuse. Tampaknya para Jendral Perancis telah dibutakan oleh kebanggaan nasional akan keyakinan bisa menang. Commander in Chief pasukan Perancis adalah Napoleon III yang terdiri atas 7 corps, 1 imperial guard corps , dan 1Cavalery Reserve Corps. Setiap Corps terdiri atas 2-5 Divisi Infantri dan 1 divisi Cavalry.

Pada sisi Prusia, perang ini dilihat sebagai salah satu cara mempersatukan negara-negara berbahasa Jerman seperti yang sudah disebutkan sebelumnya. Pada kenyataannya, diawal perang saja Prusia sudah mendapatkan dukungan dari 3 negara Jerman Selatan (Bavaria, Wurttemberg, dan Baden) dan Negara di Konfiderasi Jerman Utara. Aset yang terpenting bagi Prusia adalah banyaknya jumlah tentara serta Staf Jendral Militer yang sudah merencakan pergerakan yang cepat dan disiplin ke zona pertempuran. Pasukan gabungan Prusia/Jerman dipimpin oleh seorang Staff General yaitu Helmuth von Moltke yang terdiri dari 3 pasukan tentara yang berbeda dengan commander yang berbeda juga.
 
Keunggulan pihak Prusia dan sekutunya sudah jelas terlihat pada masa-masa awal semenjak perang dideklarasikan. Prusia unggul dalam hal kecepatan menempatkan pasukan sejumlah 380.000 pasukan ke zona garis terdepan perbatasan wilayah hanya dalam jangka waktu18 hari.

Hal ini didukung oleh sistem rel kereta api di Prusia yang bagus. Sementara itu, pihak Perancis tidak memperkirakan hal tersebut dan proses perpindahan pasukannya berjalan dengan lambat serta ditambah masalah logistik yang kurang memadai. Dalam perang tersebut terdapat beberapa pertempuran antara pihak pasukan Perancis dengan pihak pasukan gabungan Prusia dan sekutu. 
 
Pertempuran pertama dalam perang ini adalah pertempuran Wissembourg pada 4Agustus 1870 dimana gabungan pasukan Prusia dan sekutunya mengejutkan sejumlah kecil pasukan Perancis di kota Wissembourg. Taktik yang digunakan oleh pasukan gabungan Prusia adalah menyerang dari dua sisi berbeda. Ketika pasukan Prusia menyerang pada sisi timur kota,pasukan dari Bavaria menyerang pasukan Perancis dari sisi barat kota dan dalam hitungan jam pasukan gabungan Prusia berhasil menguasai kota dan mengalahkan pasukan perancis. Dengan kemenangan di pertempuran ini, pasukan gabungan Prusia bisa makin leluasa masuk ke wilayah Perancis. 

Pertempuran selanjutnya adalah Pertempuran Spicheren pada 5 Agustus 1870 yang mana sebenarnya ini tidak direncanakan oleh Staf Jendral Moltke (Prusia). Kemenangan tentara gabungan Prusia di pertempuran ini lebih dikarenakan serangan mendadak dan salah perkiraan dari pimpinan pasukan Perancis. Kesalahan prediksi tersebut yaitu ketika pimpinan pasukan perancis beranggapan bahwa pasukan yang dibawa Prusia hanya sedikit dan ia tidak perlu memanggil tentara cadangan untuk membantu pasukannya. Akan tetapi ia salah karena jumlah pasukan lawan lebih banyak dari pada yang ia perkirakan dan ia sudah terlambat untuk memanggil pasukan bantuan. 

Pertempuran selanjutnya dan merupakan pertempuran pertama yang menggunakan jumlah pasukan yang besar mencapai ratusan ribu pasukan serta pertempuran pertama dimana seluruh sekutu Prusia ikut bertempur adalah pertempuran Worth pada tanggal 6 Agustus 1870. Pada pertempuran ini pasukan gabungan Prusia dan sekutunya menang telak. Hal pertama yang menentukan kemenangan pasukan gabungan Prusia adalah tidak imbangnya jumlah pasukan dimana Perancis hanya puluhan ribu sedangkan pasukan gabungan Prusia mencapai ratusan ribu. 

Pertempuran selanjutnya adalah Pertempuran Gravelotte yang juga merupakan pertempuran terbesar dalam Perang Franco-Prussian ini. Dalam pertempuran ini sangat jelas sekali dimana kekuatan pasukan dan senjata yang digunakan sangat berpengaruh besar karena pertempuran ini head to head ”. Pasukan Perancis mengandalkan senjata chassepot rifle-nya sedangkan Prusia dengan senjata Krupp-nya sehingga menyebabkan korban tewas yang luar biasa banyaknya mencapai puluhan ribu orang.

Pada akhirnya pasukan Perancis memilih mundur kembali ke kota Medz. Pertempuran selanjutnya dan yang terpenting adalah Pertempuran Sedan. Dalam pertempuran ini pasukan gabungan Prusia berhasil menangkap Kaisar Perancis yaitu Napoleon III beserta Jendral Militer dan ratusan ribu pasukannya.

Setelah kekalahan besar Perancis dipertempuran Gravelotte, Napoleon memikirkan nasib Paris jika pasukan gabungan Jerman meneruskan perjalanannya masuk terus kedalam wilayah Perancis. Akan tetapi ia malah terpancing untuk menyerang sebuah benteng di Sedan, yang diinformasikan terdapat sejumlah pasukan gabungan Jerman, daripada memilih mundur melindungi Paris. Ia tidak mengetahui bahwa rombongannya diikuti oleh sejumlah pasukan gabungan Jerman. Ketika pertempuran meletus, pasukan Perancis terdesak kesebuah wilayah di Sedan dan pada akhirnya menyadari bahwa mereka telah terkepung oleh pasukan gabungan Jerman. Sadar bahwa ia dan pasukannya tidak bisa mundur, Napoleon mengaku kalah dan pertempuran dihentikan.